ANALISIS FIQIH TENTANG TREN “SOUND HOREG” : KAJIAN ETIKA DAN BATASAN PENGGUNAAN AUDIO
Keywords:
Sound horeg, Kajian Fiqh, Hukum Islam, Kaidah FiqhAbstract
Penelitian ini berfokus pada fenomena tren sound horeg yang marak di ruang publik dan menimbulkan perdebatan etis serta sosial, terutama dalam perspektif hukum fiqih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tren tersebut melalui pendekatan kaidah-kaidah fiqih guna menemukan batasan etis penggunaan audio di ruang publik, sehingga dapat dipahami sejauh mana kebebasan berekspresi dapat dijalankan tanpa menimbulkan mudharat bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan mengkaji literatur klasik dan kontemporer, baik berupa kitab fiqih maupun artikel ilmiah modern. Data dikumpulkan melalui analisis dokumen terhadap teks-teks hukum Islam serta didukung oleh literatur akademik yang relevan, kemudian dianalisis menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dengan menghubungkan fenomena sosial dengan kaidah fiqih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena sound horeg dapat dipahami melalui empat kaidah fiqih utama: lā ḍarar wa lā ḍirār (tidak boleh ada bahaya dan saling membahayakan), yuḥtamal al-ḍarar al-khāṣ li daf‘i al-ḍarar al-‘ām (menangguhkan kemudharatan yang kecil untuk mencegah kemudharatan yang lebih besar), dar’ al-mafāsid muqaddam ‘alā jalb al-maṣāliḥ (mencegah kerusakan lebih utama daripada meraih kemaslahatan), dan mā ubiḥa li al-ḍarūra yuqaddar bi qadarihā (segala yang dibolehkan karena darurat dibatasi sesuai kadar kebutuhannya). Interpretasi terhadap kaidah-kaidah tersebut menegaskan bahwa tren sound horeg harus dibatasi secara proporsional agar tidak menimbulkan gangguan, baik terhadap kesehatan, lingkungan, maupun ketertiban sosial. Implikasi penelitian ini adalah perlunya regulasi berbasis nilai-nilai fiqih yang dapat menjadi dasar bagi pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat dalam mengelola fenomena budaya populer ini secara etis dan maslahat.







