GUGURNYA NAFKAH ATAU NAFINYA QIWAMAH: EKSAMINASI KETIDAKPRODUKTIFAN SUAMI DALAM OPTIK FIQH DAN RELASI GENDER
Keywords:
qiwamah, ketidakproduktifan suami,, eksaminasi fiqh, nafkahAbstract
Penelitian ini mengkaji ketidakproduktifan suami dalam keluarga Muslim pedesaan dan implikasinya terhadap qiwamah sebagai struktur kepemimpinan domestik. Fokus kajian diarahkan pada pergeseran tanggung jawab nafkah yang berpindah dari suami kepada istri, serta bagaimana kondisi tersebut dinilai dalam perspektif fiqh ketika ketidakproduktifan lahir bukan dari kelalaian, tetapi ketidakmampuan struktural. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif eksaminatif, yakni menghubungkan realitas empiris dengan bangunan norma fiqh secara kritis. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi terhadap lima keluarga di Desa Sumber Kemuning yang mengalami ketidakproduktifan suami karena sakit permanen, usia lanjut, kecelakaan kerja, dan pembatasan akses kerja akibat pidana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam keseluruhan kasus, ketidakproduktifan suami bukanlah bentuk penelantaran nafkah (taqshir), tetapi termasuk kategori ‘udzur syar’i sehingga tidak menimbulkan kesalahan normatif. Namun demikian, ketidakmampuan tersebut menyebabkan pergeseran peran ekonomi yang bersifat permanen, sehingga legitimasi qiwamah melemah secara fungsional meskipun tetap melekat secara hukum. Dengan kata lain, qiwamah tidak gugur secara tekstual, tetapi kehilangan daya operasional karena unsur pembenarnya—nafkah—tidak lagi dijalankan oleh pihak suami. Kontribusi utama penelitian ini adalah menunjukkan bahwa erosi qiwamah tidak hanya dapat terjadi oleh pelanggaran, tetapi juga oleh ketidakmampuan. Temuan ini memperkenalkan kategori analitis qiwamah residual, yaitu qiwamah yang bertahan hanya pada tataran simbolik tanpa dukungan fungsi material. Hasil penelitian ini menegaskan pentingnya membaca hukum keluarga Islam melalui pendekatan fungsional, bukan semata normatif, agar tetap relevan dengan dinamika sosial kontemporer.







